www.portalkabar.id – Dalam sebuah kegiatan yang mengejutkan, ratusan warga Desa Babadan, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri, mengadakan aksi demonstrasi pada Sabtu, 13 September 2025. Mereka menggeruduk lahan milik Perhutani untuk menuntut transparansi dalam pengelolaan lahan oleh Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH).
Salah satu tokoh masyarakat, Suryadi, yang turut serta dalam aksi tersebut, berpendapat bahwa keputusan yang diambil oleh LMDH merugikan masyarakat lokal. Ia menyatakan bahwa tidak ada keterlibatan warga dalam musyawarah mengenai pembagian lahan, khususnya lahan di petak 104, yang menjadi titik fokus protes.
Suryadi menegaskan pentingnya adanya keterlibatan warga dalam keputusan mengenai lahan, “Kita seharusnya memiliki hak atas hasil keputusan ini,” ucapnya. Menurutnya, adanya kesepakatan resmi antara LMDH dan masyarakat harusnya dilakukan sebelum lahan dikelola, minimal melalui Musyawarah Besar Luar Biasa (Mubeslub).
Lebih lanjut, dalam aksi tersebut, pihak warga juga meminta LMDH untuk segera memberikan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ), yang hingga saat ini belum pernah dipublikasikan sejak lembaga berdiri pada 2014. “Tanpa laporan ini, kami tidak bisa mengetahui kondisi sebenarnya dari aset yang dimiliki lembaga,” ungkap Suryadi.
Dalam pandangannya, penting untuk mengungkap transparansi aset LMDH. “Sumber daya yang seharusnya dikelola untuk kepentingan anggota perlu diketahui semua pihak,” tambahnya.
Wariman, seorang warga lainnya, mengungkapkan keprihatinannya terhadap dugaan pungutan liar yang terjadi dalam organisasi. Ia menjelaskan, “Kami diberi beban biaya untuk keanggotaan yang tidak ada kejelasan, sebesar Rp75 ribu per anggota, yang dikatakan untuk biaya daftar ulang.”
Menggali Masalah Lahan Desa Babadan dan Dampaknya
Situasi sengketa lahan ini bukanlah hal baru bagi warga Desa Babadan, karena sebelumnya sudah pernah ada penyelesaian pada tahun 2019. Namun, kesepakatan yang ada diduga tidak dipatuhi oleh pihak LMDH, sehingga masalah ini muncul kembali.
Aksi yang dilakukan hari ini merupakan hasil dari musyawarah yang diadakan dua bulan lalu, yang sayangnya tidak mencapai kesepakatan. “Kami merasa suara kami tidak didengar dalam pertemuan sebelumnya,” ujar Arif Priyo Wiyoko, Kepala Desa Babadan.
Arif menyatakan bahwa masalah timbul akibat kedudukan dan tindakan LMDH yang dianggap tidak sesuai dengan kesepakatan sebelumnya. Salah satu persoalan yang dihadapi adalah adanya lahan di luar petak 100 seluas sekitar 9,5 hektar, yang statusnya belum terdata secara kependudukan.
Kepala desa menegaskan pentingnya melakukan verifikasi terkait lahan agar semua warga yang tinggal di Desa Babadan mendapatkan hak mereka secara adil. “Kami harus memastikan siapa yang benar-benar berhak atas lahan ini,” tambah Arif.
Langkah-Langkah dan Upaya Penyelesaian Masalah
Untuk memperjelas situasi, Desa Babadan berencana melaksanakan verifikasi data Kartu Keluarga (KK) pada Senin, 15 September 2025. Proses ini diharapkan dapat memperjelas setiap keanggotaan dan penggunaan lahan di desa tersebut.
Arif juga mengingatkan bahwa tindakan transparan merupakan kunci dalam menyelesaikan sengketa lahan ini. Ia berharap, dengan adanya upaya verifikasi, semua pihak bisa menemukan solusi yang saling menguntungkan.
“Kami ingin semua data yang ada dapat diakses oleh masyarakat. Keterbukaan informasi ini sangat penting untuk membangun kepercayaan antara lembaga dan masyarakat,” imbuh Arif.
Masyarakat berharap agar LMDH segera melakukan langkah-langkah untuk mencapai penyelesaian yang baik, serta memberikan klarifikasi terhadap laporan pertanggungjawaban yang diminta. “Kami hanya ingin keadilan bagi semua anggota,” tutup Suryadi dengan tegas.
Harapan Masyarakat untuk Transisi yang Lebih Baik dan Adil
Dengan protes ini, warga Desa Babadan menunjukkan bahwa mereka serius dalam memperjuangkan haknya. Mereka berharap agar permasalahan lahan ini mendapatkan perhatian dan penyelesaian secepatnya.
Komunikasi yang efektif antar anggota LMDH dan masyarakat menjadi kunci untuk mencegah konflik serupa di masa depan. “Kami harus berkolaborasi untuk menemukan solusi yang berkelanjutan,” kata Wariman optimis.
Pihak desa juga berkomitmen untuk mendukung transparansi dalam setiap transaksi yang melibatkan lahan desa. “Pengelolaan yang baik adalah tanggung jawab bersama,” tutup Arif Priyo Wiyoko.
Pergerakan masyarakat Desa Babadan ini menandai langkah awal untuk perubahan positif dan menuju pengelolaan sumber daya yang lebih adil. Keberanian mereka untuk bersuara menjadi contoh penting bagi desa-desa lain yang mengalami permasalahan serupa.