www.portalkabar.id – Kasus pembunuhan yang menewaskan satu keluarga di Desa Pandantoyo, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri, terus menjadi sorotan. Setelah beberapa kali sidang, terangkum di dalamnya kesaksian yang mengejutkan dari terdakwa yang merupakan anggota keluarga itu sendiri.
Sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri pada Kamis (19/6/2025) menampilkan Yusa Cahyo Utomo sebagai terdakwa. Saksi tidak hanya menggambarkan kronologi, tetapi juga memberikan pernyataan yang mengubah perspektif publik terhadap kejadian tersebut.
Pernyataan Terdakwa yang Mengguncang Publik
Dalam sesi tanya jawab yang dipandu oleh penasihat hukumnya, Yusa mengungkapkan fakta bahwa martil yang digunakan dalam aksi berdarah tersebut bukan miliknya, melainkan diambil dari rumah korban. Pernyataan ini menjadi sorotan banyak pihak, mengingat sebelumnya banyak yang beranggapan bahwa yang bersangkutan telah merencanakan tindakan kejam tersebut.
“Martil yang dimaksud dalam kasus pembunuhan ini saya ambil dari rumah korban, tidak saya bawa dari rumah saya,” ujar Yusa. Jawaban ini jelas menantang anggapan publik yang mengarah pada pembunuhan berencana. Pada saat ditawarkan pertanyaan tentang lokasi martil tersebut, Yusa menjelaskan bahwa alat itu berada di bawah lincak, tempat biasa ayahnya menyimpan alat kerja.
Pengacara Yusa kemudian menggali lebih dalam hingga menemukan bahwa di bawah lincak tersebut terdapat beberapa alat lain seperti sabit dan gergaji. Semua ini menandakan bahwa terdapat banyak potensi alat yang bisa digunakan untuk melakukan tindakan kekerasan, namun Yusa memilih martil.
Menyingkap Motif di Balik Tindakan Brutal
Diskusi di persidangan tidak hanya berfokus pada alat yang digunakan, tetapi lebih dalam lagi kepada motif Yusa melakukan tindakan tersebut. Menurut Jaksa Penuntut Umum, Yusa dijerat dengan beberapa pasal yang mengarah pada pembunuhan berencana. Yang menarik, motif dibalik tindakan kekerasan ini diisukan karena sakit hati; Yusa marah setelah kakaknya, Kristina, menolak meminjamkan uang. Dalam keadaan emosi, tindakan yang diambil sangatlah fatal.
Hal ini menunjukkan bahaya dari emosi yang tidak terkontrol dan bagaimana masalah keuangan dapat merusak hubungan keluarga. Satu keponakan tewas, sementara yang lainnya mengalami cedera serius. Ini adalah cerminan nyata betapa berbahayanya jika emosi dan masalah personal disatukan dalam sebuah peristiwa tragis.
Dalam konteks ini, penting bagi kita memahami bahwa situasi yang tampaknya sepele bisa berujung pada konsekuensi yang menghancurkan. Perlu ada kesadaran akan risiko yang mungkin muncul dari tidak mampu mengelola emosi dan menemukan cara yang lebih konstruktif dalam menyelesaikan masalah di antara keluarga.
Kasus ini akan terus menjadi pembelajaran bagi banyak orang, dan menjadi pengingat untuk selalu mendiskusikan masalah keuangan dan hubungan dengan cara yang lebih sehat, demi kebaikan bersama.