www.portalkabar.id – Jember memunculkan berbagai isu menarik dalam konteks pengelolaan lahan pertanian. Baru-baru ini, Komisi B DPRD Kabupaten Jember mengevaluasi keputusan Bupati Muhammad Fawait yang merevisi luas dan sebaran Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Keputusan tersebut tidak mencakup dua kecamatan, sehingga menimbulkan kegelisahan di kalangan anggota dewan.
LP2B merupakan titik fokus dalam upaya menjaga kemandirian dan ketahanan pangan di Indonesia. Dengan luas 86.358,77 hektare berdasarkan keputusan bupati terbaru, pertanyaan pun mencuat mengenai ketidakjelasan status dua kecamatan yang tidak disebutkan, yaitu Kaliwates dan Sumbersari.
Pada rapat dengar pendapat yang diadakan di ruang Komisi B, berbagai pihak turut diundang untuk mendiskusikan isu ini lebih dalam. Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan, serta Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Mitra Kawula Nusantara, terlibat dalam pembahasan untuk memahami lebih jauh tentang lahan pertanian yang ada di Jember.
Awalnya, rapat bertujuan membahas perubahan angka LP2B dari tahun 2022 hingga 2024. Namun, keputusan baru dari Bupati Fawait pada 6 Agustus 2025 memunculkan ketidakjelasan baru terkait revisi luas LP2B.
Dalam keputusan bupati, tidak terdapat data terkait luas LP2B di Kecamatan Kaliwates dan Sumbersari. Ketua Komisi B, Candra Ary Fianto, mengungkapkan keheranannya, “Loh, kok tinggal 29 kecamatan?” pertanyaan ini menggugah kesadaran akan pentingnya transparansi dalam pengelolaan lahan.
Ahmad Syarifuddin Malik dari Lembaga Bantuan Hukum menegaskan bahwa kedua kecamatan tersebut seharusnya tetap dimasukkan dalam SK. “Ini penting untuk memastikan kepastian hukum,” katanya. Jika tidak dimasukkan, maka secara de facto bisa jadi dianggap tidak ada lahan pertanian lagi di sana.
Wahyu Prayudi Nugroho, anggota Komisi B lainnya, menambahkan informasi bahwa luas LP2B di kedua kecamatan tersebut memang tidak mengalami perubahan dalam satu tahun terakhir. “Tetap nol,” ungkapnya, menandakan bahwa status lahan tersebut patut dipertanyakan.
Ketidakjelasan semakin mendalam ketika neraca perubahan LP2B menunjukkan bahwa luas lahan di Kecamatan Kaliwates dan Sumbersari tahun 2025 tercatat nol hektare. Sebelumnya, kedua kecamatan itu tercatat masing-masing 43,71 dan 329,55 hektare pada tahun 2024.
Pada saat yang sama, tidak ada perubahan luas LP2B di Kecamatan Jombang, Mumbulsari, dan Ledokombo. Hal ini menimbulkan pertanyaan dari Nugroho tentang dasar hukum dan regulasi apa yang mendasari keputusan ini. Diperlukan penjelasan yang terpercaya untuk menjernihkan kondisi ini.
Pertanyaan tentang Pengelolaan Lahan dan Dasar Hukum
Keberadaan LP2B tidak hanya sekadar istilah, tetapi juga mencakup tanggung jawab besar dalam menjaga ketahanan pangan. Jika beberapa kecamatan diabaikan dalam SK, ini tentu menandakan adanya masalah dalam pengelolaan lahan pertanian.
“Apa petunjuk pelaksanaan dan teknis terkait perubahan luas lahan seperti ini? Apakah ada dasar regulasi yang jelas?” tanya Nugroho dengan serius. Pertanyaan-pertanyaan ini menuntut solusi yang kredibel dari badan pemerintahan terkait.
Candra mengusulkan agar rapat dengar pendapat berikutnya fokus pada data koordinat LP2B di tiap kecamatan. “Kami ingin memastikan bahwa setiap perubahan data dicatat dengan baik, termasuk titik-titik geografisnya,” tuturnya. Ini menunjukkan komitmen untuk memahami konteks secara mendalam.
Kepala Bidang Sarana Prasarana dan Penyuluhan Dinas Tanaman Pangan, Sri Agiyanti, menjelaskan alasan di balik tidak tercantumnya data dua kecamatan tersebut. “Luasannya terlalu kecil, sehingga tidak dimasukkan,” jelasnya, tetapi argumentasi ini tidak sepenuhnya memuaskan anggota dewan.
Penting untuk melibatkan pihak-pihak lain dalam pembahasan ini, termasuk Dinas Cipta Karya sebagaimana diusulkan oleh Agiyanti. Setelah semua data dikumpulkan, setiap keputusan haruslah transparan dan dapat dipertanggungjawabkan.
Mengantisipasi Dampak pada Ketahanan Pangan Lokal
Pergeseran lahan pertanian bisa berdampak signifikan pada ketahanan pangan daerah. Tanpa adanya perhatian yang cukup terhadap pengelolaan lahan, potensi yang ada bisa hilang begitu saja. Oleh karena itu, evaluasi mendalam diperlukan untuk menyusun rencana yang komprehensif.
Lahan pertanian bukan hanya aset ekonomi, tetapi juga kekayaan sosial dan ekosistem. Pengabaian terhadap dua kecamatan ini mengindikasikan bahwa ada tantangan yang lebih besar dalam pengelolaan lahan secara keseluruhan. Masyarakat harus terlibat dalam dialog ini untuk memastikan keberlanjutan pertanian di Jember.
Melihat kondisi saat ini, sangat penting bagi pemerintah untuk melakukan langkah strategis dalam menaikkan status dan perlindungan terhadap lahan pertanian yang ada. Ini mencakup kampanye edukasi serta penguatan regulasi yang lebih ketat terkait pengelolaan lahan.
Adanya keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan akan membuat proses ini lebih inklusif. Dalam jangka panjang, hal ini dapat memberikan hasil yang positif bagi ketahanan pangan di wilayah tersebut.
Mari kita berharap ke depannya proses ini dapat membawa perubahan yang berarti bagi masyarakat dan pertanian di Kabupaten Jember. Keterbukaan dan transparansi menjadi kunci dalam menghadapi tantangan mengenai LP2B dan pengelolaan lahan pertanian lainnya.
Solusi untuk Meningkatkan Perlindungan Lahan Pertanian
Dalam konteks ini, diperlukan strategi jangka panjang yang melibatkan berbagai pihak untuk menjaga keberlanjutan lahan pertanian. Salah satu langkah awal adalah dengan memperkuat kerjasama antara berbagai dinas terkait dan masyarakat.
Adanya regulasi yang jelas menjadi penting agar setiap perubahan data lahan dicatat dan dikendalikan dengan baik. Keputusan-keputusan yang diambil harus mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan secara seimbang.
Selain itu, evaluasi data secara berkala akan sangat membantu dalam pengambilan keputusan yang lebih akurat. Stakeholder harus memiliki akses yang memadai terhadap informasi terbaru agar semua pihak bisa melaksanakan tanggung jawab mereka.
Ketika masyarakat dilibatkan dalam pengambilan keputusan, mereka merasa memiliki tanggung jawab yang lebih besar terhadap lahan yang ada. Melalui pendekatan ini, kita bisa menciptakan kesadaran kolektif akan pentingnya melindungi lahan pertanian demi generasi mendatang.
Ke depannya, diharapkan setiap langkah yang diambil akan mengarah pada perlindungan yang lebih baik terhadap lahan pertanian di Jember. Ketahanan pangan tidak bisa dikesampingkan, dan setiap kecamatan memiliki peran penting dalam mencapai tujuan tersebut.