www.portalkabar.id – Di sebuah desa di Pulau Bawean, Gresik, terjadi peristiwa tragis yang menggugah rasa kemanusiaan. Seorang pria bernama AM, berusia 47 tahun, harus mempertanggungjawabkan perbuatannya setelah terbukti melakukan kejahatan serius terhadap seorang anak di bawah umur.
Setelah menjalani pemeriksaan yang mendalam, AM dijebloskan. Penangkapan ini menimbulkan kepedihan yang mendalam bagi masyarakat sekitar dan keluarga korban yang menjadi saksi dari tragedi ini.
Kasatreskrim Polres Gresik, AKP Abid Uais Al-Qarni, mengungkapkan bahwa penyidikan menunjukkan bahwa pelaku telah menyetubuhi korban sebanyak sepuluh kali. Hasil pemeriksaan psikologi memperlihatkan bahwa korban mengalami trauma yang mendalam akibat tindakan keji tersebut.
Peristiwa mengguncang ini terjadi di Kecamatan Tambak, Pulau Bawean, saat korban pulang dari mengaji. Dalam keadaan tidak menaruh curiga, korban ditarik oleh AM saat melewati rumahnya, di mana segala tindakan nafsu tersebut berawal.
“Pelaku dan korban merupakan tetangga dekat, tercatat dalam satu desa yang sama,” imbuh Abid. Dalam investigasi lebih lanjut, diketahui bahwa saat pelaku mengajak korban dengan iming-iming uang, korban yang masih remaja tidak memiliki pilihan untuk melawan.
Setelah terpaksa masuk ke dalam rumah mertua AM, situasi menjadi semakin tidak terduga. “Pelaku memaksa korban membuka pakaian, saat korban melakukan perlawanan, pelaku membungkamnya,” lanjut Abid dengan nada serius.
Mengungkap Motif di Balik Kejahatan yang Menghancurkan
Pelaku memanfaatkan kondisi ekonomi dengan menawarkan sejumlah uang kepada korban. Imbalan ini bervariasi, mulai dari Rp20.000 hingga Rp50.000, yang seolah menjadi daya tarik bagi korban yang berstatus pelajar SMP.
Saat keluarga korban menemukan bahwa anak gadis mereka hamil empat bulan, mereka segera mendalami situasi yang sebenarnya. Ketika terpaksa mengakui situasi tersebut, korban melaporkan kejadian ini kepada pihak berwajib untuk mendapatkan keadilan.
Penyelidikan menunjukkan bahwa pelaku juga memberikan ancaman kepada korban agar tidak membongkar rahasia tersebut. Kepolisian kini sedang mendalami lebih lanjut bagaimana pelaku dapat melakukan tindakan ini kepada tetangganya sendiri yang masih di bawah umur.
Proses Hukum yang Ditempuh untuk Menegakkan Keadilan
AM kini mendekam di penjara, wajahnya yang datar menunjukkan tidak ada rasa penyesalan atas perbuatannya. Dalam proses hukum, ia dijerat dengan Undang-Undang Perlindungan Anak yang sangat ketat terhadap kejahatan seksual.
Pihak kepolisian juga mendukung korban dengan memberi pendampingan dari Dinas Sosial dan Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (UPT PPA) setempat. Pendampingan ini penting agar korban dapat berangsur pulih dari trauma yang dialaminya.
Pihak berwenang terus berupaya untuk menyelidiki perkara ini dan memastikan bahwa pelaku akan mendapatkan hukuman yang sesuai. Dengan menggunakan Pasal 81 Ayat (1) UU Nomor 17 Tahun 2016, pelaku terancam hukuman penjara antara lima hingga lima belas tahun.
Dampak Sosial dari Kasus Kekerasan Terhadap Anak
Kejadian ini tidak hanya memberikan dampak pada korban, tetapi juga menyentuh sisi sosial masyarakat. Banyak pihak mulai mencemaskan keselamatan anak-anak di lingkungan mereka, memperkuat seruan untuk meningkatkan kesadaran tentang bahaya kekerasan seksual.
Komunitas pun perlu bergerak aktif dalam menciptakan lingkungan yang aman bagi anak-anak. Edukasi tentang hak-hak anak dan cara melindungi diri dari perilaku merugikan harus menjadi agenda prioritas bagi semua lapisan masyarakat.
Masyarakat juga diharapkan dapat lebih responsif terhadap fenomena di sekitar mereka, termasuk berani melaporkan tanda-tanda kekerasan kepada pihak terkait. Komitmen untuk menjaga anak-anak dari segala bentuk kekerasan merupakan tanggung jawab bersama bagi setiap individu.
Kejadian seperti ini harus menjadi pembelajaran bagi semua. Kita semua berperan dalam menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi anak-anak untuk tumbuh dan berkembang tanpa takut akan ancaman kejahatan.
Dengan penegakan hukum yang tegas dan tindakan preventif, semoga kasus serupa tidak lagi terulang. Keberanian korban untuk berbicara dan melaporkan tindakan yang merugikannya merupakan langkah pertama menuju keadilan yang hakiki.