www.portalkabar.id – Sound Horeg saat ini berada dalam sorotan masyarakat, memunculkan perdebatan yang cukup sengit. Hal ini menyusul fatwa haram yang dikeluarkan oleh Forum Satu Muharram dari Pondok Pesantren Besuk, Pasuruan, mengenai penggunaan sound horeg dalam berbagai acara.
Fatwa ini menjadi sebuah tamparan bagi para pelaku usaha di industri sound horeg. Salah satu tokoh yang angkat bicara adalah Faskho Sengox, yang dikenal sebagai “Mbah e” sound horeg, berasal dari Kabupaten Blitar dan mengungkapkan ketidaksetujuannya terhadap fatwa tersebut.
Saiful, pemilik Faskho Sengox, mempertanyakan kenapa Indonesia harus terus terjebak dalam diskusi tentang halal dan haram. Dalam pandangannya, perdebatan seperti ini hanya akan menghambat kemajuan bangsa dan menciptakan polarisasi di masyarakat.
Faskho Sengox menekankan bahwa tidak semua jenis sound horeg berkaitan dengan hal-hal negatif. Mereka berkomitmen untuk menjalankan usaha yang sejalan dengan nilai-nilai agama dan budaya lokal. Mereka menghindari keterlibatan dalam acara yang menonjolkan unsur sensualitas dan perbuatan negatif lainnya.
Peran Sound Horeg dalam Budaya Lokal dan Perdebatan Kontroversial
Sound horeg sebenarnya memiliki nilai tersendiri dalam kearifan lokal yang perlu dilestarikan. Di banyak daerah, sound horeg sering digunakan dalam acara-acara masyarakat untuk menambah suasana dan kegembiraan. Namun, fatwa ini banyak dipertanyakan oleh mereka yang melihat manfaatnya yang lebih positif.
Faskho Sengox, misalnya, memilih untuk tidak menerima penawaran pekerjaan yang mengandung unsur negatif. Mereka lebih memilih untuk terlibat dalam kegiatan keagamaan, seperti pengajian atau sholawatan, yang dianggap lebih mendidik dan mencerminkan budaya yang baik.
Gagasan bahwa sound horeg harus bebas dari penari seksi dan perilaku mabuk juga didukung oleh sejumlah pihak. Bagi mereka, hal tersebut merupakan indikator bahwa sound horeg dapat memainkan peran positif dalam masyarakat dengan menanggalkan elemen yang mengganggu.
Dari perspektif ini, seharusnya yang diharamkan adalah unsur negatif yang menyertainya. Faskho mengusulkan untuk melihat kembali apa yang benar-benar menyebabkan keributan, bukan menyalahkan sound horeg itu sendiri.
Strategi Faskho Sengox dalam Menghadapi Fatwa Haram
Saat ini, Faskho Sengox tengah menjalin dialog dengan kelompok sound horeg lain di Blitar untuk merumuskan sikap bersama. Komunikasi ini penting untuk menciptakan kesepakatan tentang masa depan sound horeg di wilayah mereka.
Saiful menegaskan pentingnya kesatuan dalam menghadapi isu ini. Diharapkan melalui dialog, mereka bisa menemukan solusi yang tepat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat tanpa harus mengabaikan norma-norma agama.
Semangat kolaborasi ini tercermin dalam upaya mereka untuk mengedukasi masyarakat mengenai nilai-nilai positif dari sound horeg. Mereka percaya bahwa melalui pendekatan yang baik, industri ini dapat terus berkembang tanpa kehilangan akar budayanya.
Faskho juga menekankan bahwa penciptaan acara yang berkualitas dan bertanggung jawab adalah kunci untuk memperbaiki citra sound horeg. Dengan demikian, mereka bisa menunjukkan bahwa sound horeg bisa menjadi bagian dari perayaan yang mendidik dan menyenangkan.
Harapan untuk Masa Depan Sound Horeg dan Kearifan Lokal
Masyarakat mengharapkan agar isu ini bisa membawa dampak positif dan menjadi pendorong untuk menjalin kerjasama antar kelompok. Harapan ini terletak pada upaya untuk memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang budaya dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
Menurut Saiful, sound horeg seharusnya dipandang sebagai bagian dari warisan budaya yang patut dilestarikan. Hal ini tidak hanya akan memperkaya tradisi, tapi juga memberikan ruang bagi generasi muda untuk belajar dan merasakan nilai-nilai tersebut.
Faskho Sengox berkomitmen untuk terus berinovasi dalam penyajian acara. Dengan mengedepankan aspek positif dan mendidik, mereka berharap dapat memenangkan hati masyarakat dan menjawab keraguan yang ada terkait sound horeg.
Melalui perdebatan ini, ada harapan agar masyarakat bisa bersatu untuk melestarikan tradisi. Ini bukan hanya soal hukum atau fatwa, tetapi bagaimana kita bisa menghargai kultur yang telah ada sejak lama dan menjadikannya relevan di era modern.