www.portalkabar.id – Sejak beberapa waktu lalu, sebuah video yang memperlihatkan sekelompok orang berpakaian serba putih tengah berdoa di puncak Gunung Lawu menjadi viral di berbagai media sosial. Menyikapi fenomena ini, pihak berwenang setempat merasa perlu untuk menelusuri kebenaran di balik aktivitas tersebut, guna menghindari kesalahpahaman di masyarakat.
Mulyadi, selaku Asper BKPH Lawu Selatan, memberikan penjelasan tentang situasi yang sebenarnya. Ia menyatakan bahwa setelah melihat video yang beredar, mereka langsung melakukan penelusuran untuk memahami maksud di balik kumpulan orang tersebut.
Penelusuran yang dilakukan mengungkapkan bahwa kelompok tersebut terdiri dari sekitar 100 orang yang mengadakan ritual keagamaan. Mereka naik ke Gunung Lawu melalui jalur Cemoro Sewu, yang merupakan jalur pendakian populer di kalangan wisatawan maupun peziarah.
Pentingnya Memahami Aktivitas Keagamaan di Gunung Lawu
Pihak berwenang berusaha mengklarifikasi bahwa ritual yang dilakukan bukanlah bagian dari aliran sesat. Mulyadi menegaskan bahwa mereka melakukan penelusuran lebih lanjut untuk mendapatkan informasi akurat mengenai aktivitas tersebut.
Dalam penelusuran itu, Mulyadi menemukan bahwa kelompok ini dipimpin oleh seorang pemimpin spiritual bernama Rohmat, yang tinggal di Desa Sambungganggi di Kecamatan Sumber, Kabupaten Purwodadi. Rohmat sendiri merupakan anggota dari organisasi Nahdlatul Ulama (NU), yang merupakan salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia.
Kegiatan ini telah berlangsung secara rutin selama 14 tahun, dengan pelaksanaan yang dijadwalkan setiap tahun. Ritual ini dilakukan setiap Jumat setelah tanggal 11 Syuro, momen yang dianggap penting dalam kalender Hijriyah. Peserta ritual biasanya tiba di puncak sejak Kamis pagi untuk bermalam sebelum melaksanakan ibadah pada hari Jumat.
Ritual yang Dipandang Sakral oleh Peziarah
Dalam pelaksanaan ritual, para peserta melakukan doa bersama menjelang ibadah salat Jumat. Jika jumlah jamaah mencukupi, mereka juga melaksanakan salat Jumat di lokasi puncak. Ini menunjukkan bahwa aktivitas tersebut memiliki tata cara yang terstruktur dan sesuai dengan ajaran Islam.
Mulyadi menyesalkan beberapa anggapan yang salah tentang pakaian yang dikenakan. Ia menjelaskan bahwa para peserta tidak mengenakan pakaian putih sejak berangkat dari bawah, melainkan berganti baju di puncak. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan tersebut tidak dimaksudkan untuk menarik perhatian negatif.
Pakaian yang dikenakan layaknya pakaian salat, di mana perempuan menggunakan mukena dan laki-laki mengenakan jubah putih. Pakaian ini menunjukkan penghormatan terhadap suasana keagamaan yang ada di puncak Gunung Lawu.
Tanggapan Masyarakat Terhadap Ritual di Gunung Lawu
Lokasi di mana ritual berlangsung, yaitu Tugu Puncak Gunung Lawu, dikenal sebagai tempat sakral di kalangan peziarah. Keberadaan tugu ini menambah makna spiritual bagi siapa saja yang mengunjunginya, baik untuk tujuan ziarah maupun sekadar menikmati keindahan alam.
Pihak Perhutani yang mengelola kawasan tersebut juga mengkonfirmasi bahwa tidak ada indikasi pelanggaran aturan kehutanan. Mereka menganggap tindakan yang diambil oleh kelompok ini sebagai suatu bentuk ibadah yang tidak merugikan lingkungan.
Kegiatan ini memunculkan berbagai reaksi di masyarakat, mulai dari dukungan hingga keraguan. Namun, dengan penjelasan yang diberikan oleh pihak berwenang, diharapkan masyarakat dapat lebih memahami konteks dan tujuan dari ritual yang dilaksanakan oleh kelompok tersebut.
Pentingnya Dialog dalam Menyikapi Keberagaman Budaya dan Agama
Ritual yang dilakukan di puncak Gunung Lawu menunjukkan betapa beragamnya praktik keagamaan di Indonesia. Di tengah budaya yang kaya dan beragam, penting untuk memiliki pemahaman yang lebih inklusif dan toleran terhadap berbagai cara orang menjalankan ibadahnya.
Dialog antara pihak berwenang dan masyarakat sangat diperlukan untuk mengurangi salah paham. Dengan adanya komunikasi yang baik, masyarakat dapat lebih memahami maksud di balik setiap ritual yang dilakukan kelompok tertentu.
Sikap toleransi dan saling pengertian ini menjadi kunci dalam menjaga kerukunan antarumat beragama. Sebab, setiap praktik keagamaan tidak hanya berdampak pada individu, tetapi juga pada masyarakat luas.