www.portalkabar.id – Dalam sebuah tindakan yang meresahkan, Ditreskrimsiber Polda Jawa Timur berhasil mengungkap penyalahgunaan data pribadi yang digunakan untuk pendaftaran akun toko online. Kasus ini melibatkan seorang tersangka berinisial TD, yang menggunakan modus Makan Bergizi Gratis untuk menarik perhatian warga agar menyerahkan KTP mereka secara sukarela.
TD dengan cerdik memanfaatkan kesempatan ini untuk mengambil data pribadi yang kemudian digunakan untuk berbagai kegiatan ilegal. Ketidakpahaman publik mengenai potensi bahaya dari pembagian data pribadi menjadi salah satu faktor penyebab tindakan kriminal ini berkembang.
Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Jules Abraham Abast, menjelaskan bagaimana modus operandi tersangka beroperasi. Tersangka menjalin komunikasi dengan warga untuk meyakinkan mereka akan keuntungan yang bisa diperoleh dengan menyerahkan fotokopi KTP dan foto selfie ke rumah tersangka.
Investigasi Mengungkap Penyalahgunaan Data Pribadi Warga
Data-data yang berhasil dikumpulkan oleh tersangka digunakan untuk membuat Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) secara ilegal. NPWP ini selanjutnya digunakan untuk mendaftarkan akun di berbagai platform, termasuk rekening e-wallet dan toko online tanpa seizin pemilik data.
Jules menjelaskan bahwa hasil investigasi menunjukkan tersangka berhasil membuat sekitar 130 akun Shopee dengan memanfaatkan data pribadi orang lain. Hal ini menunjukkan bagaimana data pribadi dapat disalahgunakan untuk keuntungan pribadi yang merugikan orang lain.
Seluruh akun yang dibuat tersebut dikelola melalui sebuah toko online bernama Chaila Shop. Toko ini berlokasi di Kecamatan Prambon, Kabupaten Nganjuk, dan mengoperasikan sistem penjualan yang memanfaatkan metode afiliasi.
Strategi Penjualan Melalui Toko Online dan Afiliasi
Tersangka TD tidak bekerja sendirian; ia mempekerjakan tujuh orang admin untuk membantu mengelola akun-akun yang telah dibuat. Para admin tersebut bertanggung jawab dalam melakukan promosi barang secara langsung melalui platform Shopee Affiliate.
Aktivitas promosi ini dimulai sejak bulan Desember 2024, dan para admin mendapatkan komisi antara 5 hingga 25 persen dari setiap transaksi yang terjual. Tindakan ini bukan hanya menguntungkan tersangka, tetapi juga memberikan keuntungan bagi para admin yang lima batas waktu.
Namun, keuntungan yang diperoleh dari program afiliasi tersebut sepenuhnya digunakan untuk kepentingan TD sendiri, tidak ada kontribusi untuk pemilik data yang dikorbankan. Hal ini menambah dimensi kriminalitas dari kasus ini, di mana korban tidak hanya kehilangan data, tetapi juga potensi keuntungan finansial.
Akibat Hukum dan Perlindungan Data Pribadi
Akibat perbuatannya, TD dijerat dengan Pasal 51 ayat (1) jo Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Selain itu, tersangka juga dapat dikenakan Pasal 67 ayat (3) jo Pasal 65 ayat (3) dari Undang-Undang tentang Perlindungan Data Pribadi, yang menunjukkan betapa seriusnya pelanggaran ini.
Kombes Pol Jules menegaskan bahwa ancaman hukum bagi tersangka dapat mencapai maksimal 12 tahun penjara atau denda hingga Rp12.000.000.000. Ini menjadi peringatan bagi masyarakat dan pelaku bisnis untuk lebih berhati-hati dalam menggunakan data pribadi dan mematuhi regulasi terkait perlindungan data.
Kasus ini menjadi pengingat akan pentingnya kesadaran digital dan perlunya sosialisasi mengenai risiko yang menghadapi publik ketika berbagi data pribadi. Masyarakat harus lebih menjaga data mereka agar tidak jatuh ke tangan yang salah, yang dapat disalahgunakan untuk tujuan yang merugikan.