www.portalkabar.id – Anomali cuaca yang terjadi di Bondowoso selama tahun 2025 memberikan dampak signifikan terhadap sektor pertanian, terutama tembakau. Meskipun Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) telah mengimbau petani untuk mengurangi area tanam, kenyataannya banyak petani yang tetap menanam dengan risiko yang lebih tinggi.
Kepala DPKP, Hendri Widotono, mengungkapkan bahwa langkah-langkah antisipasi telah dilakukan dengan sosialisasi di berbagai kecamatan. Menurutnya, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah memprediksi adanya kerawanan iklim yang perlu diwaspadai oleh para petani.
Walaupun ada imbauan, beberapa petani terpaksa melawan arahan tersebut karena kebutuhan ekonomi. DPKP sebelumnya telah berkoordinasi dengan gudang-gudang tembakau untuk memantau kapasitas serapan hasil tembakau.
“Apabila luas tanam sudah melebihi permintaan, kami akan memperingatkan untuk membatasi penanaman tembakau,” tambah Hendri. Hal ini menunjukkan betapa kompleksnya permasalahan yang dihadapi oleh para petani di tengah kondisi cuaca yang tidak menentu.
Menurunnya Luas Tanam Tembakau di Bondowoso
Tahun ini, luas area tanam tembakau di Bondowoso tercatat menurun drastis menjadi 7.450 hektar. Hal ini sangat jauh dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencatatkan luas tanam mencapai 10.000 hektar.
Meski demikian, banyak petani tetap berusaha menanam tembakau meski biaya produksi semakin meningkat. Istilah lokal “Mon Tak Namen Bekhoh, Tak Lakek” mencerminkan betapa kuatnya ikatan budaya pertanian tembakau di wilayah ini.
Hendri menambahkan bahwa jika petani memutuskan untuk tetap bertanam, mereka harus mengelola tanaman dengan lebih tinggi serta memperdalam drainase. Selain itu, langkah-langkah tersebut justru akan meningkatkan beban biaya bagi para petani.
DPKP juga menyarankan agar petani beralih ke tanaman lain seperti jagung dan cabai sebagai solusi alternatif. Namun kenyataannya, peralihan ini tidak semudah yang dibayangkan oleh banyak petani yang sudah terbiasa dengan tembakau.
Tantangan yang Dihadapi oleh Para Petani Tembakau
Keterangan Hendri menunjukkan bahwa banyak petani menghadapi kesulitan dalam mengelola tanaman mereka. “Sudah berapa kali melakukan sulam?” tanya Hendri kepada petani, dan dijawab dengan “Bukan sulam, tapi sudah tanam 3-4 kali.” Hal ini mencerminkan tantangan besar yang harus dihadapi dalam pertanian.
Banyak petani juga mengeluh tentang tingginya biaya yang dibutuhkan akibat ketidakpastian cuaca dan hasil yang tidak memadai. Perubahan cuaca yang ekstrem membuat kondisi pertanian jauh lebih menantang dan berisiko.
Di sisi lain, Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Bondowoso, Yasid, menyoroti bahwa kualitas serta harga tembakau juga mengalami penurunan yang cukup signifikan. Hal ini semakin menambah derita para petani di tengah tekanan ekonomi.
Yasid mengungkapkan bahwa kompetisi di pasar tembakau semakin ketat, dan turunnya harga tembakau menyebabkan kerugian besar bagi para petani. Menurutnya, kualitas terpengaruh setelah terpapar hujan yang membuat unsur hara di tanah menjadi berkurang.
Penurunan Harga Tembakau dan Implikasi Ekonomi
Harga tembakau juga terlihat mengalami penurunan yang drastis. Sebelumnya, daun bawah tembakau dijual dengan harga Rp50 ribu sampai Rp55 ribu, sedangkan medium dan top grade berkisar antara Rp65 ribu sampai Rp75 ribu. Kini harga terendah hanya Rp38 ribu hingga Rp40 ribu, dengan kualitas yang menurun.
Penurunan harga ini berimbas langsung pada pendapatan petani yang sudah terpuruk akibat biaya produksi yang terus meningkat. Yasid menjelaskan bahwa banyak petani kini tidak mendapat keuntungan, bahkan berpotensi mengalami kerugian besar.
Lebih jauh, Yasid juga mengungkapkan bahwa kualitas aroma tembakau menjadi berkurang, dan mempengaruhi rasa tembakau yang dihasilkan. Aroma tembakau yang baik biasanya muncul saat tanah dalam keadaan kering, sementara kondisi hujan justru membuat rasa menjadi pahit.
Kondisi ini memperburuk keadaan para petani, yang sudah melewati berbagai kesulitan untuk memproduksi tembakau berkualitas. Dengan semua tantangan ini, petani terjebak dalam siklus yang sangat kompleks dan berat.
Dengan demikian, berbagai langkah dan dukungan dari dinas terkait sangat dibutuhkan untuk membantu para petani beradaptasi dengan kondisi yang ada. Kesadaran mengenai fenomena iklim dan dampaknya seharusnya menjadi perhatian utama bagi semua pihak. Harapan akan perbaikan ekonomi bagi petani tembakau di Bondowoso harus menjadi prioritas yang tidak bisa diabaikan.