www.portalkabar.id – Hari Minggu pagi di bulan Juli biasanya diisi dengan suasana tenang, namun tidak demikian di kantor kelurahan Dukuh Kupang. Pada tanggal yang istimewa ini, kemeriahan dan khusyuk terasa begitu nyata, seiring dengan pelaksanaan acara Gelar Ruwatan Sedekah Bumi yang merupakan bagian dari tradisi masyarakat setempat.
Acara tahunan ini telah berlangsung sejak tahun 1970 dan menjadi salah satu tanda kekuatan budaya serta kearifan lokal komunitas. Warga diminta untuk membawa hasil bumi mereka sebagai bentuk rasa syukur atas karunia alam yang telah diberikan.
Puncak dari acara ini berlangsung di Punden Ngesong, sebuah tempat yang dipercaya memiliki hubungan historis dengan Sunan Ampel. Berbagai kegiatan dilakukan, dari arak-arakan hingga pagelaran seni, menunjukkan bagaimana tradisi ini menyatukan masyarakat dalam keragaman.
Pentingnya Ruwatan Sedekah Bumi bagi Masyarakat
Ruwatan Sedekah Bumi bukan sekadar seremoni, melainkan refleksi dari nilai-nilai kehidupan masyarakat Dukuh Kupang. Setiap tahun, warga berkumpul untuk merayakan pencapaian dan bersyukur atas hasil pertanian yang diperoleh. Ini adalah saat untuk me-refresh hubungan spiritual dan memperkuat jalinan sosial antarwarga.
Salah satu aspek terpenting dari acara ini adalah kesadaran akan keberadaan alam sekitar. Membawa hasil bumi ke Punden Ngesong adalah simbol rasa terima kasih kepada Sang Pencipta atas segala nikmat yang telah diterima. Rasa syukur ini menumbuhkan rasa saling menghargai antar sesama warga.
Beralihnya tradisi kepada generasi muda juga menjadi sorotan dalam acara ini. Lurah Dukuh Kupang, Fahmi Fitra, mengungkapkan harapannya agar generasi berikutnya dapat menjaga dan melestarikan warisan budaya ini agar tidak hilang oleh arus zaman.
Suasana Acara Gelar Ruwatan Sedekah Bumi
Acara dibuka dengan penampilan Tari Remo yang ditampilkan oleh anak-anak dari Dukuh Kupang. Ini adalah momen berharga, di mana generasi muda menunjukkan kecintaan mereka terhadap budaya. Penampilan ini tidak hanya memukau, tetapi juga memberikan semangat positif kepada para penonton.
Setelah pembukaan, para warga berbaris dan mulai berjalan menuju Punden Ngesong. Mereka menempuh jarak sekitar 1,7 kilometer yang diiringi dengan alunan drum band, menciptakan irama yang menggugah semangat di antara para peserta. Dengan kompak, mereka melangkah, membawa beragam sesaji untuk disajikan di lokasi puncak acara.
Puncak acara dipenuhi dengan keragaman atraksi budaya, termasuk penampilan dari grup seni lokal. Atraksi-atraksi tersebut memperlihatkan potensi budaya yang dimiliki oleh masyarakat sekitar, menjadikan setiap penampilan sebagai momen yang tidak terlupakan.
Keterlibatan dan Kebanggaan Warga dalam Acara
Salah satu momen yang mencolok adalah penampilan dari lansia yang tergabung dalam kelompok Bohay Lansia Dahlia Mahabharata. Mereka tidak hanya berpartisipasi tetapi juga tampil memeriahkan suasana dengan busana tradisional yang berwarna-warni. Keterlibatan mereka menunjukkan bahwa tradisi ini melibatkan semua kalangan usia.
Warga setempat, seperti Siti Rohmah, mengaku sangat bangga bisa terlibat dalam acara ini. Baginya, ruwatan sedekah bumi bukan sekadar ritual, tetapi juga kesempatan untuk menjalin silaturahmi dengan tetangga dan menjalin hubungan yang lebih erat antar warga.
“Setiap tahun saya selalu ikut. Rasanya senang karena ini bukan sekadar tradisi, tapi juga ajang silaturahmi warga,” ungkap Siti penuh semangat. Komitmen seperti ini menunjukan betapa pentingnya ikatan sosial dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Dukuh Kupang.
Puncak Acara dan Harapan Masa Depan
Setibanya di Punden Ngesong, semua peserta berkumpul dan mengadakan doa bersama. Momen ini menjadi inti dari acara, saat semua orang terkumpul dalam kesunyian untuk memanjatkan harapan dan syukur kepada Tuhan. Doa menjadi simbol harapan untuk selalu dijaga dari segala marabahaya.
Dengan rasa syukur, para peserta berharap agar tradisi ini bisa terus dilestarikan dan diwariskan kepada generasi berikutnya. Keberlangsungan acara seperti Ruwatan Sedekah Bumi adalah harapan untuk menjaga sejarah dan budaya yang telah ada sejak lama.
Momen ini memang lebih dari sekadar acara seremonial; ia adalah sarana untuk mengingat kembali ajaran nenek moyang dan memperkuat ikatan sosial. Ketika semua warga berdoa bersama, harapan mereka terlihat jelas: untuk selalu sejahtera di bawah lindungan Tuhan.