www.portalkabar.id – Pemerintah Kota Surabaya berencana menerapkan pembatasan jam malam bagi anak-anak, yang menarik perhatian dari berbagai kalangan, terutama DPRD. Kebijakan ini ditujukan untuk melindungi anak-anak mulai dari potensi kenakalan hingga dampak negatif dari lingkungan sekitar, namun menuai banyak perdebatan mengenai penerapannya.
Dalam rencana tersebut, anak-anak akan dibatasi aktivitas di luar rumah setelah pukul 21.00 atau 22.00 WIB, kecuali untuk kegiatan yang bersifat edukatif. Meskipun niatnya positif, banyak yang khawatir tentang efektifitasnya tanpa melibatkan partisipasi masyarakat yang lebih luas.
Anggota DPRD, Abdul Ghoni Muklas Ni’am, menyatakan bahwa pendekatan yang dilakukan pemerintah sejauh ini belum memperhitungkan konteks sosial dan hak-hak anak. Ia menyoroti pentingnya sosialisasi yang melibatkan langkah-langkah konkret agar tidak terjadi penolakan dari masyarakat.
“Kebijakan jam malam untuk anak bisa membawa manfaat, namun jika tidak melibatkan masyarakat dalam prosesnya, akan ada risiko munculnya penolakan yang lebih besar,” jelas Ghoni dalam sebuah wawancara baru-baru ini. Ia menambahkan bahwa partisipasi publik seharusnya menjadi bagian integral dari setiap kebijakan yang diambil.
Politisi dari PDI Perjuangan ini percaya bahwa melibatkan berbagai pihak seperti tokoh masyarakat dan psikolog anak dalam perancangan regulasi akan lebih efektif. Dengan begitu, pendekatan yang hanya mendasarkan pada penegakan hukum semata tidak akan menyelesaikan persoalan yang ada.
“Anak-anak yang hanya berkumpul di luar rumah tidak seharusnya mendapat stigma negatif. Negara perlu hadir dengan pendekatan pendidikan dan perlindungan,” tutur Ghoni dengan tegas. Ia mengajak semua pihak untuk melihat permasalahan ini dari perspektif yang lebih luas.
Kami tidak ingin kebijakan yang diambil justru membangun jarak antara anak dan aparat. Penting untuk ada dialog yang terbuka dan perbaikan berkelanjutan dalam kebijakan tersebut,” tambahnya, menunjukkan perhatian terhadap kesejahteraan anak-anak di Surabaya.
Saat ini, pemerintah kota masih menyempurnakan aturan yang dimaksud. Ghoni menegaskan akan memastikan bahwa pelaksanaan kebijakan ini selaras dengan prinsip perlindungan anak, tanpa melahirkan efek samping yang merugikan perkembangan sosial anak.
“Kami akan terus mengawasi agar proses ini tidak bertentangan dengan prinsip hak asasi anak,” pungkasnya, menunjukkan komitmennya terhadap perlindungan anak-anak di Surabaya.
Mengapa Kebijakan Pembatasan Jam Malam Diperlukan bagi Anak-anak?
Pembatasan jam malam pada anak dianggap perlu untuk menanggulangi berbagai masalah yang mungkin timbul ketika mereka berada di luar rumah pada malam hari. Di sejumlah daerah, banyak remaja terlibat dalam kegiatan yang dapat membahayakan diri mereka sendiri, seperti tawuran atau penggunaan narkoba.
Dengan membatasi waktu anak-anak di luar rumah, pemerintah berharap dapat mengurangi risiko tersebut dan memberikan perlindungan yang lebih baik. Namun, perlu adanya kesepakatan antara pemerintah dan masyarakat agar kebijakan ini dapat diterima dan berjalan dengan baik.
Satu hal yang tidak boleh diabaikan adalah kebutuhan anak untuk berinteraksi dan bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya. Kebijakan ini seharusnya tidak merampas hak mereka untuk bermain, tetapi lebih kepada memastikan mereka aman saat melakukannya.
Karena itu, melibatkan orang tua dan komunitas dalam proses ini sangatlah penting. Penyuluhan mengenai dampak negatif dari aktivitas malam bisa dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap persoalan ini.
Jika kebijakan ini diterapkan dengan cara yang tepat, ada harapan untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman dan mendukung pertumbuhan anak-anak. Keseimbangan antara perlindungan dan kebebasan tetap menjadi kunci dalam implementasi kebijakan ini.
Pentingnya Partisipasi Masyarakat dalam Penyusunan Regulasi
Partisipasi masyarakat sangat penting dalam menyusun regulasi yang berkaitan dengan anak-anak dan remaja. Ketika masyarakat dilibatkan, akan ada perasaan memiliki terhadap kebijakan yang dibuat, sehingga meningkatkan kepatuhan dan dukungan terhadap pelaksanaannya.
Abdul Ghoni Muklas Ni’am berpendapat bahwa tanpa dukungan dari masyarakat, bisa jadi kebijakan ini akan dianggap sebagai sebuah beban. Oleh karena itu, sosialisasi yang mencakup semua elemen masyarakat perlu dilakukan sebelumnya.
Dialog yang konstruktif antara pemerintah, orang tua, dan anak-anak akan membantu memahami kebutuhan dan harapan masing-masing pihak. Hal ini akan menciptakan rasa saling pengertian yang kuat sebagai dasar dari pelaksanaan kebijakan.
Selain itu, masukan dari para ahli seperti psikolog anak juga bisa membantu merumuskan kebijakan yang lebih efektif. Dengan pendekatan berbasis data dan fakta, kebijakan yang diambil bisa lebih relevan dan sesuai kebutuhan anak-anak.
Sosialisasi tersebut diharapkan tidak hanya dilakukan satu kali tetapi menjadi kegiatan berkelanjutan. Dengan cara itu, masyarakat akan semakin memahami dan menerima regulasi yang ada.
Mekanisme Evaluasi Berkala untuk Menjamin Efektifitas Kebijakan
Setiap kebijakan perlu dievaluasi untuk menilai seberapa efektif implementasinya. Dalam hal ini, DPRD mendorong agar ada mekanisme pelaporan yang jelas agar masyarakat dapat memberikan umpan balik tentang kebijakan tersebut.
Evaluasi berkala juga bertujuan untuk mengidentifikasi masalah yang mungkin muncul seiring berjalannya waktu. Dengan begitu, pemerintah dapat melakukan perbaikan dan penyesuaian berdasarkan umpan balik dari masyarakat.
Selain itu, evaluasi ini memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam menciptakan kebijakan yang lebih baik. Suara dari masyarakat menjadi penting untuk menyusun langkah-langkah kebijakan yang sesuai.
Mekanisme ini perlu diperjelas dalam regulasi yang akan diterbitkan oleh Pemkot. Dengan adanya sistem pelaporan yang transparan, masyarakat bisa lebih percaya bahwa mereka memiliki hak untuk memberikan pendapat.
Hal ini diharapkan dapat menciptakan hubungan yang baik antara pemerintah dan masyarakat dalam hal kebijakan yang diambil untuk anak-anak. Keterlibatan aktif masyarakat akan menciptakan keterikatan dan tanggung jawab yang lebih mendalam terhadap perkembangan anak.