www.portalkabar.id – Surabaya menjadi sorotan ketika pasangan suami istri, Jan Hwa Diana dan Handy Soenaryo, terjerat dalam kasus hukum yang serius. Pasangan ini menghadapi sidang perdana pada tanggal 30 Juli 2025 di Pengadilan Negeri Surabaya terkait dugaan pengerusakan mobil.
Keduanya memasuki ruang sidang dalam keadaan mengenakan rompi tahanan berwarna merah. Mereka terlihat pasrah saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan dakwaan yang menyatakan bahwa mereka telah merusak dua mobil milik Paul Stephanus pada 23 September 2024 di kawasan Perumahan Pradah Permai.
Setelah sidang, pasangan ini memilih untuk tidak memberikan komentar mengenai proses hukum yang sedang berlangsung. Namun, kuasa hukum mereka, Elok Dwi Kadja, mengungkapkan bahwa mereka tidak mengajukan eksepsi atas dakwaan yang dibacakan oleh JPU, dan meminta agar sidang dilanjutkan ke tahap pembuktian.
Proses Hukum yang Menarik Perhatian Masyarakat
Kasus ini menarik perhatian masyarakat karena melibatkan tindakan kriminal yang tergolong serius. Pengadilan Negeri Surabaya berfungsi sebagai tempat untuk menjelaskan dan mengadili tindakan ini. Tindakan perusakan mobil bukan hanya merugikan pihak korban, tetapi juga menciptakan dampak bagi masyarakat sekitarnya.
Kehadiran pasangan terdakwa yang tidak memberikan komentar menyebabkan spekulasi di kalangan publik. Banyak yang beranggapan bahwa mereka mungkin merasa tertekan dengan situasi ini dan akibat hukum yang akan dihadapi. Proses hukum yang transparan diharapkan dapat memberikan keadilan bagi semua pihak yang terlibat.
Elok Dwi Kadja, kuasa hukum mereka, berkomitmen untuk mengupayakan penyelesaian di luar pengadilan. Dia menyatakan harapan bahwa perdamaian dapat dicapai sebelum proses hukum berlanjut lebih jauh. Ini menunjukkan bahwa meskipun ada dugaan kriminal, masih ada ruang untuk dialog dan penyelesaian damai.
Awal Mula Kasus: Ketegangan Antara Terdakwa dan Korban
Peristiwa ini bermula dari sebuah proyek yang melibatkan Handy Soenaryo sebagai penggagas pembuatan kanopi motorized retractable roof. Pekerjaan yang dimulai pada 8 Agustus 2023 terpaksa dibatalkan pada 29 Oktober 2024, meskipun sudah mencapai 75 persen. Pembatalan ini memicu ketegangan antara kedua belah pihak.
Handy menuntut agar uang muka sejumlah Rp205.975.000 dikembalikan, namun permintaan tersebut tidak dipenuhi oleh Paul Stephanus. Situasi yang tegang ini akhirnya memunculkan tindakan nekat dari pasangan terdakwa, yang berujung pada perusakan dua mobil.
Ketegangan yang meningkat menciptakan suasana buruk bagi kedua belah pihak. Stres dan frustrasi bisa dirasakan oleh semua orang yang terlibat, dan tindakan kriminal tersebut menambah deretan masalah yang ada. Hal ini juga bisa menjadi pengingat bahwa komunikasi yang buruk dapat berakibat fatal.
Deskripsi Kejadian Pengerusakan Mobil yang Menghebohkan
Dalam aksi pengerusakan, Handy Soenaryo menggunakan dongkrak serta kunci roda untuk melepas velg dan ban mobil. Mobil pertama yang dirusak adalah Daihatsu Grandmax yang owned oleh Hironimus Tuqu. Tidak hanya itu, mobil kedua yang menjadi korban adalah Mazda sedan milik Yanto, yang juga mengalami kerusakan parah.
Berdasarkan informasi dari saksi, Handy tidak hanya melepas velg, tetapi juga memotong ban mobil dengan mesin gerinda atas arahan Diana. Tindakan ini jelas menunjukkan bahwa ada niatan untuk merusak lebih lanjut, tidak sekadar untuk membuat kerugian kecil.
Akibat dari tindakan tersebut, kedua mobil mengalami kerusakan yang dianggap parah dan tidak dapat digunakan lagi. Dalam undang-undang, tindakan ini bisa memenuhi unsur tindak pidana perusakan sesuai dengan Pasal 170 ayat (1) KUHP, yang mengatur tentang perusakan secara bersama-sama.
Harapan untuk Penyelesaian yang Adil di Pengadilan
Proses berlanjut di pengadilan memberikan harapan bagi semua pihak untuk mendapatkan hasil yang adil. Sidang selanjutnya dijadwalkan untuk membahas lebih lanjut mengenai pembuktian dari pihak Jaksa. Namun, ketidaksiapan pihak Jaksa dalam menghadirkan saksi menjadi penghalang bagi kelancaran proses hukum ini.
Elok Dwi Kadja mengungkapkan keyakinan bahwa ada solusi yang dapat ditemukan. Dia menyatakan bahwa perdamaian antara kedua belah pihak masih layak untuk diperjuangkan, meskipun ada berbagai komplikasi yang harus dihadapi. Ini menunjukkan bahwa meskipun dalam keadaan sulit, masih ada harapan untuk mencapai kata sepakat.
Keberlanjutan dari proses ini akan sangat tergantung pada kemampuan kedua belah pihak untuk berkomunikasi secara konstruktif. Dengan demikian, diharapkan kasus ini tidak hanya berakhir dengan hukum, tetapi juga dengan pemahanan serta rekonsiliasi di antara mereka yang terlibat.